Pengamat Politik Dr Noviardi Ferzi menangkap fenomena gagal faham keterlibatan milenial dalam politik di Kota Jambi.
Kondisi ini menurutnya dibentuk dengan sikap para calon kepala daerah cenderung memosisikan para milenial hanya sebagai objek, bukan subjek.
Menurut Novriadi, para bakal calon kepala daerah di Kota Jambi terlalu sibuk mengidentifikasi anak muda dengan istilah flying voters, pemilih pemula dan istilah-istilah politik yang identik dengan pemilu.
“Saya sedih lihat para bakal calon wali kota di Kota Jambi hanya mengindentifikasi anak muda dengan istilah flying voters, pemilih pemula dan istilah-istilah lain yang identik dengan pemilu. Sehingga nampak motifnya melibatkan milenial hanya sebatas pemilu, tanpa konsep dan gagasan berarti,” katanya di Jambi, Sabtu (13/7/2024).
Dalam hal ini, Novriadi mengingatkan kepada generasi muda Jambi agar tidak hanya menjadi objek politik untuk mendulang suara di Pilwako Jambi 2024. Namun, harus menjadi subjek atau pelaku politik yang mewakili aspirasi dari generasi milenial
“Saya ingin mengingatkan pada calon yang merpresantasekan dirinya milenial seperti Diza Aljosha dan lainnya, jangan sampai anak-anak muda Kota hanya digunakan sebagai objek mendulang suara, tanpa dipandang sebagai subjek yang bisa melaksanakan kegiatan politik saat ini,” ungkapnya.
Noviardi juga mengatakan, selaku Ketua HIPMI, Diza belum memiliki konsepsi apa-apa tentang pemberdayaan milenial. Masih sebatas melibatkan milenial sebagai pemandu sorak dalam sosialisasi.
“Jika milenial hanya dijadikan pemandu sorak sosialisasi ya tak ada apa-apanya. Ngak terlihat konsep ia tentang usahawan muda yang lagi trend di dunia,” ujarnya.
Melihat ini. Noviardi meminta para calon wali kota tidak hanya melihat pemuda sebagai objek perebutan suara pada pilkada. Sementara, di waktu bersamaan kurang mendapat peran dalam pembagian porsi pembangunan ekonomi.
“Saya lihat tak ada gagasan apa-apa dari Diza yang katanya milenial. Contoh Jambi hanya jadi pangsa pasar terbesar produk kreatif, tapi justru gagal memanfaatkan tren digital 4.0 untuk kreatif, apa konsep dia untuk meningkatkan partisipasi pemuda. Kita hanya menjadi pasar bukan pemain. Akibat dukungan pemerintah yang jauh terlalu minim, pangsa pasar yang besar ini justru dimanfaatkan oleh produk dari daerah lain. Minimal ia bicara start up lah, jangan hanya bagi-bagi kaus dan bikin video bareng milinial,” ungkap Novriadi sembari tertawa.
Selanjutnya, pengamat Top Jambi ini menambahkan, ada banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah saat ini maupun masa depan. Diantaranya, membuka lahan aktivitas pemuda.
Menurut Novriadi, pemuda jangan lagi menjadi objek yang diperebutkan untuk meraih simpati dan mendapatkan suara. Pemuda harus menjadi pelaku usaha, menjadi penggerak ekonomi.
“Bukan hanya penerima janji-janji kampanye, milenial tapi bergaya kolonial,” pungkasnya.(*)